SABDA POHON KELAPA
Di pinggiran pantai yang tidak pernah tenang, angin yang terus memainkan helaian rambutnya, sebuah pohon kelapa menceritakan perilaku manusia kepada monyet-monyet liar yang sedang menikmati buahnya.
Manusia adalah makhluk kanibal. Mereka suka memakan sesamanya. Mata mereka berbinar ketika melihat ada darah segar yang tertumpah menyentuh tanah. Aliran yang sudah terkontaminasi dengan bakteri dan butiran bumi itu kemudian disesap kembali, seperti tidak ingin melewatkan satu tetesnya sekalipun.
Katanya manusia adalah makhluk paling berakal? Iya, tapi mereka jahat. Katanya manusia adalah makhluk istimewa? Benar, tapi mereka suka memuliakan dirinya sendiri.
Manusia seperti samudera yang kedalamannya masih menjadi misteri. Hari senin mereka bersedekah, hari selasa mereka marah-marah, hari rabu mereka tidur di rumah seperti makhluk paling lelah, hari kamis mereka memeluk dirinya sendiri dan manusia yang lain, hari jumat mereka terlihat ceria, hari sabtu mereka duduk memperhatikan bintang, dan hari minggu mereka membunuh dalam kesunyian. Tidak ada yang tahu isi pikiran dan hati manusia, sekalipun itu Tuhan.
Manusia seperti arus kuat di dalam laut. Gelombang bawah laut membawa apapun yang terlihat lemah untuk disesatkan, kemudian ditinggalkan. Kekuatannya mampu membawa perubahan dan perbaikan, serta kerusakan dibagian yang sebetulnya jangan dulu rusak. Manusia ahli dalam melangkahi kehendak Tuhan dan melanggar hukum alam. Mereka gemar menantang hukuman dan tidak takut dengan panas neraka Hades sama sekali.
Warna manusia seindah biru―hijau air pantai. Jiwanya sebening ujung pantai yang gemar bermain dengan guliran pasir-pasir kecil. Wajahnya menjanjikan kebahagiaan ketika kita mendekat dan membiarkan kaki-kaki berkecipak dengan airnya yang naik dan turun―datang dan kembali. Tetapi dikejauhan, manusia adalah biru gelap. Dalam perutnya penuh dengan pasukan hiu bertaring tajam dan lapar. Mereka menunggu kita untuk berenang menuju kedalaman dan tenggelam. Malaikat pun seperti tak berani menjemput jiwa-jiwa malang yang mati pelan-pelan di dasar laut, yang kehilangan udara dalam tubuhnya, dimakan beramai-ramai oleh hiu sepotong demi sepotong. Dan hati-hatilah kalian, wahai anak ibu bumi. Semakin banyak manusia, semakin dekat kita dengan kesudahan.