RUMAH-RUMAHAN
Adakah tempat pulang selain rumah?
Tempat selain rumah dimana manusia dapat pulang untuk beristirahat, makan, berlindung dari terik matahari ataupun dari kebasahan. Dan lain sebagainya.
Ada, satu lagi. Taman firdaus. Tapi untuk pulang, haruskah manusia menanggalkan ruh dan memisahkan raganya hanya untuk beristirahat? Dan tidak hidup lagi. Oh, kurang manusiawi.
Manusia disebut manusia sebab dia hidup.
Ruh dan raga yang menjadi satu. Keduanya solid untuk menghidupi, menggerakkan, dan mengisi pengalaman. Wow, kehidupan.
Rumah jadi tempat manusia untuk bernapas dalam kelegaan, tak jarang pula napasnya sedikit tersekat karena tanggung jawab yang turut serta diboyong. Pulang.
Aku punya dua rumah. Semua berdiri di tengah hutan belantara yang lambat laun aku kenal jalurnya.
Satu, rumah tempatku tumbuh dan berkembang. Kusebut rumah bambu. Tidak mewah sekali, tidak indah sekali, tidak luas sekali, tidak tinggi sekali, tidak terang sekali, dan tidak ramai sekali. Rumah bambu adalah definisi rumah untuk tidur, makan sesekali, dan mandi. Kemudian, aku dan seisi lainnya keluar untuk berlari, jalan kaki, memanjat pohon, atau berakhir melamun di pinggiran tebing sambil menghitung lembaran daun gugur yang tersangkut di rambut.
Dua, rumah jahe. Bukan rumaku, tapi tiga orang isinya baik sekali dan selalu membuka pintu sebelum aku berteriak dan menjadi biang onar. Aku sering berlagak menjadi gembel yang menumpang tidur dan duduk di kursi kayu, atau ketika siang menuju sore berleha-leha di teras rumah. Es coklat yang dipenuhi serutan coklat asli biasanya menjadi asupan membuang waktu. Anehnya, makin lama serutan coklat itu membeku, tidak meleleh. Sungguh, aku jadi ingat dengan cita-cita ku ketika berumur di bawah 10 tahun. Ingin menjadi mesin pembeku khusus untuk si tuan waktu.
Rumah jahe tidak manis, tidak senikmat rumah brownies, atau rumah kukis. Tapi rumah jahe menyehatkan. Tidak jauh berbeda dengan rumah bambuku, tidak ramai juga. Tapi dengung kesepiannya menarikku untuk datang lagi, datang lagi. Asing bau rumahnya juga mengingatkan ku pada masa lalu yang belum pernah kuhadapi kisahnya. Di rumah jahe, imajinasiku selalu mengandai masa depan yang mandiri dan sendiri. Rumah jahe adalah tempat untuk mengenal diri sendiri dan sekaligus menjadi orang lain.
Rumah bambu dan rumah jahe adalah dua tempat terbaik untuk menikmati kesendirian dan mencintai kesepian.
Semoga tetap kokoh untuk dua rumah yang selalu menjadi lampu merah dari perjalananku dalam menggelindingi hidup.