HARI INI, MENJADI DINOSAURUS

X-GENELOSAURUS
2 min readMar 24, 2023

--

Bayangkan jika dinosaurus masih bertahan sampai detik ini? Wah, pasti keren sekali. Hidup bagaikan dinovel-novel fiksi yang penuh perjuangan untuk bertahan hidup dari serangan dinosaurus yang suka makan manusia, atau makan tumbuh-tumbuhan yang kita tanam di halaman rumah maupun di kebun atap rumah ala-ala.

Di era kejayaan dinosaurus sementara manusia jaman sekarang makin penuh, kepala manusia bak kepingan sereal yang siap disantap, bukan? Dan jika demikian, maka ketakutan kita terhadap dinosaurus benar-benar nyata. Manusia dan terutama orang dewasa secara otomatis akan mengidentifikasi eksistensi dinosaurus sebagai sebuah ancaman, sumber ketakutan yang harus sesegera mungkin dirumuskan solusi untuk mengatasi hal tersebut.

Pada kondisi hidup seperti imajinasi awut-awutan di atas, yang ingin kusimpulkan adalah sebuah pertanyaan yang bunyinya begini, “kenapa dalam cerita imajinatif, ketakutan manusia mudah diidentifikasi sementara pada kenyataan yang sebenarnya, ketakutan manusia seperti sekepul angin busuk yang keluar dari lubang mataharimu alias kentut?”.

Ketakutan secara etimologis dapat dipahami sebagai perihal takut; rasa takut; keadaan takut (lebih lengkapnya silahkan buka KBBI ya kids). Ketakutan terdiri dari rasa gelisah, khawatir, dan tidak tenang.

Ketakutan adalah penyakit semua orang. Sejak kecil hingga dewasa, kita pasti memiliki ketakutan yang membuat kita tidak berani untuk menghadapi sesuatu, menangis karena ketakutan yang berputar seperti angin puting beliung di kepala padahal sebetulnya, realita tidak berjalan demikian. Yang sedang berantakan dan berbadai-badai ria adalah isi kepalamu. Isi kepala kita adalah bentuk ketakutan itu.

Ketika masih kecil dan menghadapi rasa takut, kita menangis atau mencari ketiak ibu untuk bersembunyi. Tetapi ketika kita dewasa, apa yang bisa kita lakukan saat rasa takut tiba-tiba datang? Aku sih mumet kids alias pusing. Kadang keringat dingin juga, apalagi jika itu menyangkut rasa takutku dalam menghadapi pengalaman baru.

Ketakutanku yang tak bisa kujelaskan kepada siapapun, termasuk aku dihampir seluruh waktu. Kan jadi kadang aku bertanya dalam pikiranku, aku normal? Kegagalanku untuk mendefinisikan rasa takut yang terus menghujani pikiranku dengan hal-hal yang tidak-tidak adalah masalahku. Intinya disitu. Ini bukan masalahku saja kan? Kulihat dipenjuru manapun, pasti bisa kita temui satu dua manusia yang sama nasibnya dengan diriku. Kemudian pertanyaan yang bergulir berubah menjadi, apakah aku cukup dewasa untuk menghadapi dunia ini? Termasuk juga ketakutan yang akan selalu menggeliat bangun dari pusat pikiranku dan pikiranmu juga? Kurasa anak-anak lebih dewasa daripada diriku, sebab mereka tahu kepada apa atau siapa mereka takut dan menangis. Pada kesimpulan tersebut aku merasa ingin jadi dinosaurus saja. Biar punah. Karena, bagaimana caranya aku bisa bertahan jika aku saja kesulitan menjelaskan pada diriku sendiri tentang alasanku ketakutan? Ketika aku sedang tersesat atau terhilang seperti itu, aku akan sulit mencari ujung ketakutanku. Akan sulit bagiku untuk keluar dari belenggu ketakutan dan aku tidak bisa melihat matahari lagi di esok hari. Sad sad~

--

--